ANTARA

  • Beranda
  • Berita
  • Kemendikbudristek: Problematika air perlu solusi transdisipliner

Kemendikbudristek: Problematika air perlu solusi transdisipliner

21 Mei 2024 15:51 WIB
Kemendikbudristek: Problematika air perlu solusi transdisipliner
Direktur Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) Hilman Farid saat hadir sebagai narasumber dalam agenda konferensi pers World Water Forum Ke-10 di Bali, Selasa (21/5/2024). (ANTARA/Indah Savitri).
Direktur Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) Hilmar Farid menyebut problematika air memerlukan solusi transdisipliner yang melibatkan banyak pihak.

Hal itu disampaikan Hilmar sebagai konklusi atas sesi diskusi World Water Forum Ke-10 bertema "The power of local culture and knowledge for better water management" yang melibatkan perwakilan UNESCO dan sejumlah delegasi negara di Bali Nusa Dua Convention Center, Kabupaten Badung, Bali, Selasa.

"Salah satu rekomendasi yang muncul dari seminar, kita akan menggulirkan satu rangkaian pembicaraan melibatkan banyak stakeholder, karena melihat bahwa pendekatan untuk menyelesaikan problem air ini tidak mungkin hanya dari satu bidang keilmuan, sudah pasti harus transdisipliner," katanya.

Hilmar mengatakan otoritas terkait yang perlu juga dilibatkan adalah peran dari pemerintah daerah (pemda) untuk memastikan keberlanjutan pengelolaan air yang didasari atas pemikiran yang baik.

Baca juga: World Water Forum respons krisis air melalui peradaban Batanghari

"Karena ini kunci penguasa wilayahnya adalah daerah, mereka yang punya kewenangan untuk menetapkan banyak hal. Jadi semestinya ada juga di dalam pembicaraan ini," katanya.

Selain peran pemda, kata Hilmar, program konservasi air juga perlu mempertimbangkan kearifan lokal yang bersumber dari praktik baik masyarakat. Contohnya, seperti pelestarian subak di Bali yang kini dikelola oleh masyarakat di Pura Ulun Danu Batur, Bali.

"Sebagian problem air dunia perlu mencari penyelesaian non-teknikal dan non-teknikal ini antara lain solusinya bisa kita cari dalam khazanah pengetahuan yang kaya, yang terbangun di dalam perjalanan sejarah yang panjang," katanya.

Hilmar mengajak peserta diskusi untuk belajar dari pengalaman subak sebagai sistem pengairan masyarakat Bali yang menyangkut hukum adat dan mempunyai ciri khas sosial, pertanian, keagamaan, dengan semangat gotong royong dalam usaha memperoleh air untuk kebutuhan tanaman pangan, terutama padi dan palawija.

Baca juga: Kemendikbudristek perkuat kualitas SDM cagar budaya bawah air

"Agar itu bisa terjadi, tentu percakapan ini harus mulai melibatkan banyak stakeholder dan kami di kementerian sudah sepakat bekerja sama, terutama dengan pengelola Pura Ulun Danu Batur," katanya.

Kerja sama tersebut, kata Hilmar, berorientasi pada pencarian solusi terhadap berbagai masalah air berlandaskan hasil percakapan yang produktif, transdisipliner, serta melibatkan banyak pihak.

Laporan PBB melalui World Water Development menyebutkan 2,2 miliar orang pada tahun ini tidak memiliki akses terhadap air minum. Selain itu ada 1,4 miliar orang pada 2022 yang terdampak kekeringan. Selain itu pada kurun yang sama juga terdapat 10 persen migrasi global karena pengaruh kekurangan air.

Baca juga: Indonesia bidik jadi pusat dunia soal air dan kebencanaan di WWF 2024


Sumber: ANTARA

Anda dapat menyiarkan ulang, menulis ulang dan atau menyalin konten ini dengan mencantumkan sumber (ANTARA, RRI atau TVRI).