RRI

  • Beranda
  • Berita
  • KPK Perkirakan Keberhasilan Pemilu Dipengaruhi Kekuatan Uang

KPK Perkirakan Keberhasilan Pemilu Dipengaruhi Kekuatan Uang

7 Desember 2023 01:30 WIB
KPK Perkirakan Keberhasilan Pemilu Dipengaruhi Kekuatan Uang
Ilustrasi imbauan kepada masyarakat untuk tidak melakukan politik uang. (Foto: Antara)

KBRN, Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memperkirakan keberhasilan dalam pemilu atau pilkada 95,5 persen dipengaruhi kekuatan uang. Disinyalir sebagian besar uang tersebut untuk membiayai mahar politik. 

"Kontestan harus mengeluarkan Rp5 hingga Rp15 miliar per orang untuk mahar politik ini," kata Direktur Sosialisasi dan Kampanye Antikorupsi KPK, Amir Arief, dalam perbincangan dengan Pro 3 RRI, Rabu (6/12/2023). 

Menurut dia, hal itu terlihat dari jejak rekam penindakan yang pernah dilakukan KPK di masa lalu. Amir juga menyebut politik uang telah menyebabkan politik berbiaya mahal. 

"Sejak KPK ada, kita menemukan satu pola yaitu faktor pemicu korupsi adalah politik biaya tinggi. Kita lihat fenomenanya seperti itu, ujarnya. 

Amir mengungkapkan, banyak perkara yang ditindak KPK yang melibatkan politisi dan pemimpin yang duduk di jabatan politik melakukan korupsi. Ia menuturkan, jika ditelusuri maka praktik korupsi tersebut dipicu untuk membiayai politik biaya tinggi.

"Jadi ongkos politik yang tinggi itulah yang memicu orang untuk melakukan korupsi. Memicu orang untuk mengumpulkan sumber-sumber dana secara ilegal," ucapnya.

Karenanya, ia menyayangkan adanya praktik pungutan liar (pungli), meminta setoran dari bawah an, hingga eksploitasi birokrasi. Hal itu dipraktikkan untuk mencari dana yang besar. "Yang lebih kasar melakukan korupsi anggara negara dan anggaran daerah," ujarnya. 

Selain untuk jual-beli suara, lanjut Amir, para kandidat juga harus membayar mahar politik kepada partai dengan nominal fantastis. Yang jadi masalah, uang tersebut  bukan hanya uang mereka pribadi, melainkan donasi dari berbagai pihak yang mengharapkan timbal-balik. 

"Jika akhirnya dia terpilih, maka perilaku ini biasa disebut investive Corruption. Atau investasi untuk korupsi," ujarnya. 

Salah satu jenis vote buying yang banyak terjadi dikenal dengan nama "serangan fajar". Menggunakan istilah dari sejarah revolusi Indonesia, serangan fajar adalah pemberian uang kepada pemilih di suatu daerah sebelum pencoblosan dilakukan. 

"Serangan fajar kadang dilakukan pada subuh sebelum pencoblosan. Atau bahkan beberapa hari sebelumnya," kata Amir. 

Menurutnya, politik berbiaya mahal sebagian besar untuk membeli suara atau vote buying. Ada yang disebut 'serangan fajar', dan terkadang juga disebut 'serangan dhuha'. "Pemilih akan dikawal betul agar suaranya benar-benar digunakan untuk memilih seseorang," ujarnya.


Pewarta: Iman
Editor: Heri Firmansyah
Sumber: RRI

Anda dapat menyiarkan ulang, menulis ulang dan atau menyalin konten ini dengan mencantumkan sumber (ANTARA, RRI atau TVRI).