TVRI

  • Beranda
  • Berita
  • Pendapatnya Dinilai Inkonsisten, Yusril: Berubah Setelah Adanya UU No 7 Tahun 2017 Tentang Pemilu

Pendapatnya Dinilai Inkonsisten, Yusril: Berubah Setelah Adanya UU No 7 Tahun 2017 Tentang Pemilu

27 Maret 2024 16:20 WIB
Pendapatnya Dinilai Inkonsisten, Yusril: Berubah Setelah Adanya UU No 7 Tahun 2017 Tentang Pemilu
Pendapatnya Dinilai Inkonsisten, Yusril: Berubah Setelah Adanya UU No 7 Tahun 2017 Tentang Pemilu

TVRINews, Jakarta

Ketua Hukum Tim Prabowo-Gibran, Yusril Ihza Mahendra membantah bahwa dirinya inkonsisten terkait pendapatnya soal Mahkamah Konstitusi (MK) harus melakukan penilaian proses Pemilu bukan hanya berdasarkan pada angka. 

Hal itu dikatakannya saat melakukan konferensi pers dengan wartawan di Gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta.

“Itu yang tadi malam saya katakan pendapat lama dan pendapat baru bukan berarti saya inkonsisten dengan pendapat saya tahun 2014 itu,” kata Yusril, Rabu, 27 Maret 2024.

Yusril menjelaskan bahwa pada tahun 2014, dirinya dihadirkan sebagai ahli di persidangan Mahkamah Konstitusi dalam sengketa Pilpres.

Dalam persidangan tersebut, Yusril mengemukakan bahwa MK mestinya tidak hanya menjadi Mahkamah Kalkulator, tapi MK dapat memberi substansi penyelenggaraan Pemilu bahkan dapat membatalkan hasil Pemilu.

“Saya mengatakan Mahkamah Konstitusi mestinya tidak hanya menjadi Mahkamah Kalkulator tapi MK dapat memberi substansi penyelenggaraan Pemilu bahkan dapat membatalkan hasil pemilu. Itu betul saya ucapkan pada tahun 2014 ketika belum ada aturan-aturan tentang pembagian kewenangan,” jelasnya.

Namun, kata Yusril, pendapat itu berubah setelah adanya Undang-Undang No 7 Tahun 2017 tentang Pemilu yang membagi kewenangan untuk menyelesaikan persoalan-persoalan yang muncul dalam penyelenggaraan Pemilu 

“Jadi pendapat 2014 itu pasti akan berubah setelah 2017, karena adanya Undang-Undang No 7 Tahun 2017 tentang Pemilu yang membagi kewenangan untuk menyelesaikan persoalan-persoalan yang muncul dalam penyelenggaraan Pemilu,” ujarnya.

Adapun perubahan tersebut yakni, pertama adalah persoalan administrasi yang diselesaikan Pengadilan Tinggi TUM dan Mahkamah Agung, persoalan Pidana Pemilu oleh Gakkumdu dan aparat penegak hukum, dan persoalan hasil Pemilu yang diselesaikan oleh MK.

Kemudian, Yusril menjabarkan bahwa ada dua jenis sengketa, yakni sengketa proses dan sengketa hasil. Sengketa proses, jelas Yusril, menjadi kewenangan dari Gakkumdu, Bawaslu dan Pengadilan Tinggi Tum sampai Mahkamah Agung, sedangkan untuk sengketa hasil menjadi kewenangan MK.

“Jadi gak ada cerita lagi membawa pelanggaran TSM dibawa ke Mahkamah Konstitusi. Bukan saya tidak konsisten karena undang-undangnya memang sudah berubah,” ucapnya.

“Jadi saya senyum-senyum aja tadi dengar pak Mulya Lubis ngomong begitu,” sambungnya.

Pewarta: Intan Kusumawardani
Editor: Redaktur TVRINews
Sumber: TVRI

Anda dapat menyiarkan ulang, menulis ulang dan atau menyalin konten ini dengan mencantumkan sumber (ANTARA, RRI atau TVRI).